SEJARAH DESA

Penamaan/Nomenklatur Desa Botekan berdasarkan adat istiadat secara turun temurun sejak zaman kerajaan mataram dan menurut sesepuh masyarakat Desa Botekan yaitu Bapak Karyadi (mantan Kepala Desa Botekan periode Tahun 1965), bahwa kata “Botekan” berasal dari istilah jawa yaitu Botek yang mengandung pengertian “Wadah atau Tempat Jamu”. Hal ini berdasarkan cerita para sesepuh desa bahwa konon di Kuburan Semboja ditemukan wadah jamu yang dinamakan Botek. Dimana di Kuburan Semboja tersebut terdapat makam Demang Penatus yang oleh sebagian warga masyarakat sampai sekarang dikeramatkan. Sehingga Dusun dimana tempat kuburan itu berada diberi nama Dusun Botekan yang merupakan cikal bakal nama Desa Botekan dan dijadikan sebagai pusat pemerintahan desa. Karena dari nama botek itulah yang berarti wadah jamu yang identik dengan wanita yang tenang dan menarik sesuai dengan keadaan Desa Botekan yang merupakan desa dengan suasana yang tenang sehingga banyak pendatang kerasan dan ingin menetap di Desa Botekan, demikian pula dengan penduduk asli yang enggan keluar dari Desa Botekan terbukti dengan tingkat kepadatan penduduknya tinggi yaitu dari luas desa yang hanya 107, 963 Ha/1,07 km2 akan tetapi jumlah penduduknya mencapai 4.805 jiwa sehingga kepadatan penduduknya 4.450 jiwa/km2. Nama Botekan dari zaman penjajahan Belanda sampai sekarang tetap dilestarikan. Namun secara formal nama Botekan belum diketahui dibakukan dalam bentuk peraturan perundang-undangan misalnya peraturan daerah, walaupun demikian nama Desa Botekan telah diakui secara administratif sebagai salah satu nama desa dari 211 desa yang ada di Kabupaten Pemalang.

Desa Botekan merupakan desa dengan sentra industri konfeksi, dimana dengan banyaknya usaha tersebut banyak membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk setempat maupun desa sekitar. Sehingga pendapatan penduduk semakin meningkat.

Desa Botekan juga tidak luput dari kejadian di masa silam yang kurang menyenangkan. Dimana antara tahun 1950-1960 dengan putusnya bendungan Kali Wadas, sawah di Desa Botekan tidak bisa diairi sehingga tidak dapat ditanami padi yang menimbulkan kelaparan karena sawah hanya bisa ditanami palawija itupun hanya pada musim penghujan. Areal persawahan baru dapat ditanami padi setelah bendungan Kali Wadas dibangun kembali dengan mengerahkan tenaga kerja bekas tahanan G 30 S PKI dari Desa Botekan. Setelah bendungan Kali Wadas dibangun kembali masalah kelaparan yang terjadi di Desa Botekan dapat teratasi.

Melihat uraian cerita sejarah di atas dimana mata pencaharian kebanyakan penduduk Desa Botekan adalah di bidang pertanian, akan tetapi pada kurun waktu akhir tahun 1980 dan awal tahun 1990 sektor pertanian telah sedikit bergeser ke sektor industri yaitu industri rumah tangga konfeksi.

  1. Desa Botekan terus berkembang dengan Kepala Desa :
    Tahun (1918) WARJAN/JADIMERTO dan SARTIMAN sebagai Sekdes
  2. Tahun (1918 -1933) MANTO dan SUYETNO sebagai sekdes
  3. Tahun (1933 -1943) KARYADI dan SARNADI sebagai sekdes
  4. Tahun (1943 -1946) DARJANI dan DURASID sebagai sekdes
  5. Tahun (1946 -1965) KARYADI dan SARNADI sebagai sekdes
  6. Tahun (1965 -1989) DAMOERI dan KASAN sebagai Sekdes
  7. Tahun (1989 -1999) RASE’AN dan KASAN sebagai sekdes
  8. Tahun (1999 – 2006) NURIDIN dan NAILIL KHADHIQOH sebagai sekdes
  9. Tahun (2006 – 2012) WAS’AN dan NAILIL KHADHIQOH sebagai sekdes
  10. Tahun ( 2013-2015 ) TRISNANTO dan NAILIL KHADHIQOH sebagai Sekdes (sampai Pebruari 2015)
  11. Tahun (sekarang) TRISNANTO
    Pada masa kepemipinan Bapak Trisnanto sekarang ini terdapat banyak kemajuan yang luar biasa di bidang pembangunan terutama pembangunan infrastruktur desa dan infrastruktur yang bersifat kawasan. Di antaranya adalah Pembanunan Gedung BUMD, Pengaspalan Jalan Desa Talud Jalan Pertanian, dan Pengaspalan Jalan Tembus yang bersifat Kawasan. Dalam perencanaannya di tahun 2016 akan dibangun jalan baru yang bisa membuka akses masyarakat ke jalan yang diharapkan akan menambah roda perekonomian masyarakat desa Botekan. Kedepan Desa Botekan masih berharap bantuan-bantuan dari Pemerintah Kabupaten, Propinsi dan Pusat karena masih banyak program-program yang belum terlaksana.